Cara Aborsi, Menggugurkan Kandungan Yang Diperbolehkan Dalam Islam

Blog Khusus Doa - Seperti diketahui bahwa aborsi atau menggugurkan kandungan yaitu tindakan terlarang dan termasuk kejahatan (Abortus Provocatus Criminalis). Dalam aturan di negara kita yang tercinta ini yakni Indonesia, orang-orang yang terlibat dalam melaksanakan pengguguran akan mendapatkan eksekusi sesuai Undang-undang yang berlaku.

Sedangkan menggugurkan kandungan atau pengguguran berdasarkan islam, para ulama bersepakat bahwa Aborsi hukumnya haram apabila usia kandungan sudah mencapai 120 hari atau 4 bulan. Namun apabila usia kandungan belum mencapai 120 hari, para ulama berbeda pendapat perihal hal ini, dan yang paling berhati-hati yaitu haram. Adapun Menurut perspektif fiqih, menggugurkan janin atau pengguguran digolongkan menjadi lima macam. Apa sajakah jenis-jenis pengguguran dalam islam yang diperbolehkan dan/atau diharamkan? Silakan simak saja ulasan selengkapnya berikut ini mirip dilansir dari laman Tribun Makasar

 yaitu tindakan terlarang dan termasuk kejahatan  Cara Aborsi, Menggugurkan Kandungan yang Diperbolehkan dalam Islam
Ilustrasi : Aborsi / Menggugurkan Kandungan (Janin)

Macam-macam Aborsi Menurut Perspektif Fiqih

  1. Aborsi Spontan (al-isqâth al-dzâty)
    Janin gugur secara alamiah tanpa adanya efek dari luar, atau gugur dengan sendirinya. Biasanya disebabkan oleh kelainan kromosom.

    Hanya sebagian kecil yang disebabkan oleh infeksi, kelainan rahim atau kelainan hormon. Kelainan kromosom tidak memungkinkan mudhghah tumbuh normal. Kalaupun tidak gugur, ia akan tumbuh dengan cacat bawaan.
  2. Aborsi lantaran darurat atau pengobatan (al-isqâth al-dharry/al-‘ilâjiy).
    Aborsi jenis ini dilakukan lantaran ada indikasi fisik yang mengancam nyawa ibu bila kehamilannya dilanjutkan. Dalam hal ini yang dianggap lebih ringan resikonya yaitu mengorbankan janin, sehingga berdasarkan agama pengguguran jenis ini diperbolehkan.

    Kaidah fiqih yang mendukung adalah: “Yang lebih ringan di antara dua ancaman sanggup dilakukan demi menghindari resiko yang lebih membahayakan.”
  3. Aborsi lantaran khilaf atau tidak disengaja (Khatha’).
    Pada perkara ini, pengguguran dilakukan tanpa sengaja. Misalnya seorang pemburu yang hendak menembak hewan buruannya tetapi meleset mengenai seorang ibu yang sedang hamil ketika ibu itu sedang berjalan di persawahan sehingga mengakibatkan ibu tersebut keguguran.

    Tindakan pemburu tersebut tergolong tidak sengaja.

    Menurut fiqih, pihak yang terlibat dalam pengguguran mirip itu harus mempertanggung jawabkan perbuatannya. Dan jika, janin keluar dalam keadaan meninggal ia wajib membayar denda bagi kematian janin atau uang kompensasi bagi keluarga janin.
  4. Aborsi yang mirip kesengajaan (syibh ‘amd).
    Aborsi dilakukan mirip kesengajaan. Misalnya seorang suami yang menyerang isterinya yang sedang hamil sampai mengakibatkan keguguran. Serangan itu tidak diniatkan kepada janin melainkan kepada ibunya, tetapi kemudian lantaran serangan tersebut, janin yang dikandung oleh ibu tersebut meninggal lantaran sang ibu megalami keguguran.

    Pada perkara ini berdasarkan fiqih pihak penyerang harus diberi hukuman, dan eksekusi semakin berat kalau janin yang keluar dari perut ibunya sempat memperlihatkan gejala kehidupan.

    Menurut fiqih penyerang dikenai diyat kamilah kalau ibunya meninggal yaitu setara dengan 50 ekor unta ditambah dengan 5 ekor unta (ghurrah kamilah) atas kematian bayinya.
  5. Aborsi sengaja dan bersiklus (al-‘amd).
    Aborsi ini dilakukan dengan sengaja oleh seorang perempuan yang sedang hamil, baik dengan cara minum obat-obatan yang sanggup menggugurkan kandungannya maupun dengan cara meminta pertolongan orang lain (seperti dokter, dukun dan sebagainya) untuk menggugurkan kandungannya.

    Aborsi jenis ini dianggap berdosa dan pelakunya dikenai eksekusi lantaran dianggap sebagai tindak pidana yaitu menghilangkan nyawa anak insan dengan sengaja. Sanksinya berdasarkan fiqih sepadan dengan nyawa dibayar dengan nyawa (qishash).

    Mengenai aturan menggugurkan kandungan (aborsi) itu sendiri dibagi menjadi dua, yaitu :
    A. Aborsi Setelah Ditiupnya Ruh pada Janin
    Ditiupnya ruh/nyawa pada janin yang berada dalam kandungan berarti janin tersebut sudah hidup, adapun masa ditiupnya ruh yaitu sesudah 120 hari (4 bulan) sebagaimana dijelaskan dalam hadits :
    “Sesungguhnya setiap orang dari kalian dikumpulkan dalam penciptaannya ketika berada di dalam perut ibunya selama empat puluh hari, kemudian menjadi ‘alaqah (zigot) selama itu pula kemudian menjadi mudlghah (segumpal daging), selama itu pula kemudian Allah mengirim malaikat yang diperintahkan empat ketetapan dan dikatakan kepadanya, tulislah amalnya, rezekinya, ajalnya dan sengsara dan bahagianya kemudian ditiupkan RUH kepadanya.” (Shohih Bukhori, no.3208 dan Shohih Muslim, no.2643)

    Semua ulama setuju bahwa menggugurkan kandungan sesudah kandungan berumur 120 hari/4 bulan yang berarti sesudah ditiupnya ruh pada janin hukumnya yaitu haram.

    B. Aborsi Sebelum Ditiupnya Ruh pada Janin
    Para ulama berbeda pendapat mengenai aturan pengguguran yang dilakukan sebelum janin ditiupkan ruh. Perincian mengenai perbedaannya yaitu sebagai berikut:
    • Hukumnya haram secara mutlak
      Pendapat ini merupakan pendapat “al-aujah” dalam madzhab Syafi’i, yang didukung oleh Syekh Ibnul Imad dan beberapa ulama’ dari kalangan madzhab syafi’i.

      Alasannya ketika mani/sperma sudah menetap di dalam rahim, maka mani tersebut sudah akan datang waktunya dan sudah siap untuk ditiup ruh.

      Imam Ghozali dalam kitab Ihya’ menyatakan; ketika mani pria (sperma) sudah bercampur dengan mani perempuan (ovum) maka sudah siap mendapatkan kehidupan, lantaran itu merusaknya yaitu suatu tindakan kriminal (kejahatan/jinayat).
    • Boleh secara mutlak
      Pendapat ini juga merupakan pendapat madzhab Hanbali sebagaimana dituturkan oleh Imam Al Jauzi. Pendapat ini juga merupakan pendapat yang mu’tamad dalam madzhab Maliki, Imam Malik rohimahulloh menyampaikan : “Semua yang digugurkan oleh seorang wanita, baik itu berupa gumpalan daging (mudhghoh) atau segumpal darah (alaqoh) yaitu suatu kejahatan (jinayah).

      Pendapat ini diikuti oleh Syekh Abu Ishaq Al Maruzi dari kalangan madzhab syafi’i, bahkan berdasarkan Imam Romli pendapat yang rojih (unggul) yaitu diperbolehkannya menggurkan akndungan sebelum ditiupnya ruh.

      Pendapat ini juga dinyatakan oleh beberapa ulama’ madzhab Hanafi, sedangkan dari kalangan madzhab Maliki yang mengikuti pendapat ini yaitu Syekh Ibnul Kamil Al-Lakhmi, sebagian ulama’ madzhab Hanbali juga ada yang mengikutiu pendapat ini.
    • Boleh kalau ada udzur
      Pendapat inilah sejatinya pendapat madzhab Hanafi, sebagian udzur yang memperbolehkan pengguguran kandungan sebelum ditiupnya ruh, sebagaimana dijelaskan Syekh Ibnu Wahban.

      Semisal ketika seorang perempuan sudah dinyatakan positif hamil, namun air susunya tidak sanggup keluar.

      Sedangkan ayah dari bayi tersebut tidak mempunyai uang untuk menyewa perempuan untuk menyusui anaknya ketika bayinya lahir nanti, dan dikhawatirkan apabila kandungan tersebut tidak digugurkan, nanti dikala bayi tersebut lahir akan mati lantaran ibunya tidak sanggup menyusui.
    • Makruh secara mutlak
      Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Romli dari kalangan madzhab Syafi’i, dia menyatakan bahwa aturan pengguguran kandungan sebelum ditiupnya ruh itu dimungkinkan makruh tanzih atau makruh tahrim, dan aturan makruh tahrim akan semakin berpengaruh ketika umjur janin di dalam kandungan mendekati masa ditiupnya ruh.

      Pendapat ini juga dinyatakan oleh Syekh Ali bin Musa, ulama’ dari kalangan madzhab Hanafi, dia memperlihatkan alasan dimakruhkannya lantaran ketika mani sudah masuk ke dalam rahim maka sudah siap untuk mendapatkan kehidupan.

      Selain itu pendapat ini juga diikuti oleh sebagian ulama’ madzhab Maliki dalam problem pengguguran kandungan sebelum masa kandungan mencapai 40 hari.

Dengan demikian, terperinci bahwa Islam sangat menghargai nyawa insan meskipun masih berupa janin. Oleh lantaran itu, kalau pasutri ingin membatasi kelahiran anak, lebih baik dengan metode pencegahan yakni salah satunya cara azl (mengeluarkan sperma di luar badan istri), daripada melaksanakan aborsi atau pengguguran kandungan yang sudah terperinci diharamkan dalam agama serta tidak boleh dalam aturan negara.

Sumber Referensi :
#http://caraloka.com/cara-alami-menggugurkan-kandungan-cepat-dan-aman.html
#http://makassar.tribunnews.com/2015/05/31/ini-aborsi-yang-dibolehkan-islam-ada-5-macam-aborsi-menurut-fiqih

Belum ada Komentar untuk "Cara Aborsi, Menggugurkan Kandungan Yang Diperbolehkan Dalam Islam"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel