Kisah Duka Anak Yatim Piatu Di Ultah Tetangganya
Blog Khusus Doa - Halo kawan-kawan, pada kesempatan ini kami akan menyebarkan sepenggal kisah dongeng perihal anak yatim piatu yang menghadiri pesta ulang tahun tetangganya. Kisah dongeng ini sangat inspiratif dan juga menyedihkan. Semoga sanggup menginspirasi bagi para kawan-kawan semua setelah membacanya dan tentunya bermanfaat. Amiin.
OK. Untuk kisah dongeng selengkapnya, silakan eksklusif saja kawan-kawan simak atau baca kisah dongeng anak yatim piatu duka dan inspiratif berikut ini :
Dikisahkan, seminggu kemudian datanglah usul untuk kami bawah umur penghuni Panti Asuhan, diantarkan seorang ibu dan anak gadisnya sekolahnya kira-kira di SMA. Mereka naik Corolla biru, dari pakaian, cara bicara dan sikap kelihatan tamu ini orang gedongan atau golongan yang hidup lebih dari kecukupan. Mereka mengundang bawah umur panti asuhan untuk ikut program ulang tahun rabu jam tujuh malam. Dan berangkatlah kami pada waktu yang ditentukan berjumlah dua puluh tiga, termasuk bapak dan ibu asrama jalan kaki bersama, sebab jaraknya cuma terpisah sepuluh rumah saja.
Rombongan dipersilahkan masuk dengan ramah dan bawah umur berusaha duduk di belakang-belakang saja, tapi disuruh berbaur dengan tamu-tamu lainnya para remaja belasan tahun. Mereka sehat-sehat, harum-harum Berbaju mahal dan tembem-tembem pipinya, saya berjuang melawan sifat minder saya duduk di tengah ruang tamu yang luas di atas karpet bersila, pegal dan canggung di antara jajaran barang antik dan macam-macam perabotan di bawah lampu kristal bergelantungan. Tapi alangkah saya jadi heran tidak ada program potong camilan manis dan tiup lilin, tidak ada tepuk tangan mengiringi Lagu Hepi-Bisde-Tuyu Hepi-Bisde-Tuyu.
Lalu seorang remaja membaca surah Luqman dengan bunyi amat merdunya dan suaranya berubah jadi untaian mutiara yang berkilauan jadi kalung di leher pendengarnya. Kemudian Lia yang berulang tahun berpidato sangat mengharukan ”Dalam program ibarat ini Bukan saya yang jadi sentra perhatian diperingati atau dihargai, tapi mama, ya, mama kita, ibunda kita dan ayahanda. Ibunda dan ayahanda sentra perhatian kita. Hari ini, enam belas tahun yang kemudian mama melahirkan saya Posisi saya sungsang Saya terlalu besar Kaprikornus mama harus sectio Caesaria mama dibedah, berdarah-darah Seluruh keluarga khawatir dan berdoa Di luar ruang operasi duduk menanti informasi dalam kecemasan luar biasa. Tapi alhamdulillah, kelahiran selamat walau pun mama sangat menderita kini ini, enam belas tahun kemudian Ulang tahun saya dirayakan, saya pikir, tidak logis saya yang jadi sentra perhatian, harusnya mama yang jadi sentra perhatian, mama dan bukan saya. Saya pikir, tidak logis saya minta kado, harusnya mama yang diberi kado…”
Anak gadis itu berhenti sebentar Dia sangat terharu Kemudian dia mengambil sebuah bungkusan kertas berkilat, diikat pita berbentuk bunga ”Mama Terima kasih mama, terima kasih Mama telah melahirkan saya dengan susah payah Mama menyabung nyawa Berdarah-darah persis malam ini, 16 tahun yang lalu. Terimalah rasa terima kasih ananda tidak seberapa harganya.” Mamanya bangun Terpukau pada kata-kata anak gadisnya, terharu pada jalan pikirannya yang dia tak sangka-sangka, dia eksklusif memeluk anaknya terguguk-guguk menangis. Keduanya tersedu-sedu, hadirin menitikkan air mata pula, suasana mencekam terasa Dan tenang agak lama.
Kemudian abang pembawa program berkata ”Para hadirin yang mulia, ini memang kejutan bagi kita Karena dengan tahun yang kemudian program ini begitu berbeda, Lia tidak mau tiup lilin, sebab ditemukannya di ensiklopedia, Manusia di Zaman Batu di Eropa percaya pada kekuatan nyala lilin, begitu tahayulnya sanggup mengusir sihir, roh jahat, leak dan memedi begitu katanya, termasuk sijundai, setan, hantu, kuntilanak dan gendruwo. Dan itu berlanjut ke zaman Romawi kuno, kemudian dikarang lagi berikutnya superstisi Yaitu apabila lilin-lilin itu sekali tiup nyalanya semua mati maka akan terkabul apa yang jadi harapan di dalam hati. Lia tidak mau program ulang tahunnya jadi bernoda oleh tahayul.
Acara yang ditentukan oleh budaya jahiliah zaman purbakala Katanya: ’Kok tiupan nyala 16 lilin sanggup memilih nasib saya ?, Alloh SWT yang memilih nasib saya sehabis kerja keras saya, saya tidak mau dibodoh-bodohi tahayul Walau pun itu datangnya dari barat atau pun timur juga, saya tidak mau dibodoh-bodohi budaya mereka Minta kado dari Papa dan Mama Minta kado dari keluarga dan kawan-kawan saya. Saya tidak mau cuma jadi kawanan burung kakaktua Burung beo yang arif menggandakan budpekerti Belanda dan Amerika Dalam program ulang tahun kita’ Begitu katanya.”
Sesudah bertangis-tangisan dengan ibunya Berkatalah yang berulang tahun itu ”Hadiah paling saya harapkan dari kalian Adalah doa bersama sehabis hamdalah dan shalawat, sebab saya ingin jadi anak yang baik perilakunya, jadi pelengkap di leher ibuku, jadi penyenang hati ayahku, rukun dengan kakak-kakak dan adik-adikku, bertegur-sapa dengan semua tetangga, dan kelak dikala remaja Berguna bagi Indonesia.”
Anak yatim piatu yang menerima usul itu, lihatlah bersama kawan-kawannya dipersilahkan makan bersama-sama, dengarlah kisah alhasil kini : ”Dalam program makan kunikmati nasi Beras Rajalele yang putih gurih, dendeng tipis balado, ikan emas panggang dan udang goreng, besar dan gemuk-gemuk, belum pernah saya memegang udang sebesar itu. Di asrama ikan asin dan tempe ibarat nyanyian yang nyaris abadi, dadang-kadang makan pun cuma sekali sehari. Ketika kulayangkan pandangku ke depan, kulihat tuan rumah yang baik hati itu, Bapak dan ibu itu Berdiri bersama Lia anak gadisnya berbicara amat mesranya. Kubayangkan ayahku almarhum, mungkin seusia dengan bapak ini, dia meninggal dikala umurku setahun. Kubayangkan ibuku almarhumah wafat dikala saya kelas enam SD Mungkin seusia pula dengan ibu itu, tidak pernah saya merayakan ulang tahunku, tidak pernah.
Semoga syurga firdaus jua Bagi ibu bapakku
Panas mengembang di atas pipiku Tak tertahan Titik air mataku.”
OK. Untuk kisah dongeng selengkapnya, silakan eksklusif saja kawan-kawan simak atau baca kisah dongeng anak yatim piatu duka dan inspiratif berikut ini :
Dikisahkan, seminggu kemudian datanglah usul untuk kami bawah umur penghuni Panti Asuhan, diantarkan seorang ibu dan anak gadisnya sekolahnya kira-kira di SMA. Mereka naik Corolla biru, dari pakaian, cara bicara dan sikap kelihatan tamu ini orang gedongan atau golongan yang hidup lebih dari kecukupan. Mereka mengundang bawah umur panti asuhan untuk ikut program ulang tahun rabu jam tujuh malam. Dan berangkatlah kami pada waktu yang ditentukan berjumlah dua puluh tiga, termasuk bapak dan ibu asrama jalan kaki bersama, sebab jaraknya cuma terpisah sepuluh rumah saja.
Rombongan dipersilahkan masuk dengan ramah dan bawah umur berusaha duduk di belakang-belakang saja, tapi disuruh berbaur dengan tamu-tamu lainnya para remaja belasan tahun. Mereka sehat-sehat, harum-harum Berbaju mahal dan tembem-tembem pipinya, saya berjuang melawan sifat minder saya duduk di tengah ruang tamu yang luas di atas karpet bersila, pegal dan canggung di antara jajaran barang antik dan macam-macam perabotan di bawah lampu kristal bergelantungan. Tapi alangkah saya jadi heran tidak ada program potong camilan manis dan tiup lilin, tidak ada tepuk tangan mengiringi Lagu Hepi-Bisde-Tuyu Hepi-Bisde-Tuyu.
Lalu seorang remaja membaca surah Luqman dengan bunyi amat merdunya dan suaranya berubah jadi untaian mutiara yang berkilauan jadi kalung di leher pendengarnya. Kemudian Lia yang berulang tahun berpidato sangat mengharukan ”Dalam program ibarat ini Bukan saya yang jadi sentra perhatian diperingati atau dihargai, tapi mama, ya, mama kita, ibunda kita dan ayahanda. Ibunda dan ayahanda sentra perhatian kita. Hari ini, enam belas tahun yang kemudian mama melahirkan saya Posisi saya sungsang Saya terlalu besar Kaprikornus mama harus sectio Caesaria mama dibedah, berdarah-darah Seluruh keluarga khawatir dan berdoa Di luar ruang operasi duduk menanti informasi dalam kecemasan luar biasa. Tapi alhamdulillah, kelahiran selamat walau pun mama sangat menderita kini ini, enam belas tahun kemudian Ulang tahun saya dirayakan, saya pikir, tidak logis saya yang jadi sentra perhatian, harusnya mama yang jadi sentra perhatian, mama dan bukan saya. Saya pikir, tidak logis saya minta kado, harusnya mama yang diberi kado…”
Anak gadis itu berhenti sebentar Dia sangat terharu Kemudian dia mengambil sebuah bungkusan kertas berkilat, diikat pita berbentuk bunga ”Mama Terima kasih mama, terima kasih Mama telah melahirkan saya dengan susah payah Mama menyabung nyawa Berdarah-darah persis malam ini, 16 tahun yang lalu. Terimalah rasa terima kasih ananda tidak seberapa harganya.” Mamanya bangun Terpukau pada kata-kata anak gadisnya, terharu pada jalan pikirannya yang dia tak sangka-sangka, dia eksklusif memeluk anaknya terguguk-guguk menangis. Keduanya tersedu-sedu, hadirin menitikkan air mata pula, suasana mencekam terasa Dan tenang agak lama.
Kemudian abang pembawa program berkata ”Para hadirin yang mulia, ini memang kejutan bagi kita Karena dengan tahun yang kemudian program ini begitu berbeda, Lia tidak mau tiup lilin, sebab ditemukannya di ensiklopedia, Manusia di Zaman Batu di Eropa percaya pada kekuatan nyala lilin, begitu tahayulnya sanggup mengusir sihir, roh jahat, leak dan memedi begitu katanya, termasuk sijundai, setan, hantu, kuntilanak dan gendruwo. Dan itu berlanjut ke zaman Romawi kuno, kemudian dikarang lagi berikutnya superstisi Yaitu apabila lilin-lilin itu sekali tiup nyalanya semua mati maka akan terkabul apa yang jadi harapan di dalam hati. Lia tidak mau program ulang tahunnya jadi bernoda oleh tahayul.
Acara yang ditentukan oleh budaya jahiliah zaman purbakala Katanya: ’Kok tiupan nyala 16 lilin sanggup memilih nasib saya ?, Alloh SWT yang memilih nasib saya sehabis kerja keras saya, saya tidak mau dibodoh-bodohi tahayul Walau pun itu datangnya dari barat atau pun timur juga, saya tidak mau dibodoh-bodohi budaya mereka Minta kado dari Papa dan Mama Minta kado dari keluarga dan kawan-kawan saya. Saya tidak mau cuma jadi kawanan burung kakaktua Burung beo yang arif menggandakan budpekerti Belanda dan Amerika Dalam program ulang tahun kita’ Begitu katanya.”
Sesudah bertangis-tangisan dengan ibunya Berkatalah yang berulang tahun itu ”Hadiah paling saya harapkan dari kalian Adalah doa bersama sehabis hamdalah dan shalawat, sebab saya ingin jadi anak yang baik perilakunya, jadi pelengkap di leher ibuku, jadi penyenang hati ayahku, rukun dengan kakak-kakak dan adik-adikku, bertegur-sapa dengan semua tetangga, dan kelak dikala remaja Berguna bagi Indonesia.”
Anak yatim piatu yang menerima usul itu, lihatlah bersama kawan-kawannya dipersilahkan makan bersama-sama, dengarlah kisah alhasil kini : ”Dalam program makan kunikmati nasi Beras Rajalele yang putih gurih, dendeng tipis balado, ikan emas panggang dan udang goreng, besar dan gemuk-gemuk, belum pernah saya memegang udang sebesar itu. Di asrama ikan asin dan tempe ibarat nyanyian yang nyaris abadi, dadang-kadang makan pun cuma sekali sehari. Ketika kulayangkan pandangku ke depan, kulihat tuan rumah yang baik hati itu, Bapak dan ibu itu Berdiri bersama Lia anak gadisnya berbicara amat mesranya. Kubayangkan ayahku almarhum, mungkin seusia dengan bapak ini, dia meninggal dikala umurku setahun. Kubayangkan ibuku almarhumah wafat dikala saya kelas enam SD Mungkin seusia pula dengan ibu itu, tidak pernah saya merayakan ulang tahunku, tidak pernah.
Semoga syurga firdaus jua Bagi ibu bapakku
Panas mengembang di atas pipiku Tak tertahan Titik air mataku.”
--------- Tamat -----------
Belum ada Komentar untuk "Kisah Duka Anak Yatim Piatu Di Ultah Tetangganya"
Posting Komentar